Dalam
mempelajari filsafat, sebenarnya ada dua model yang mungkin dapat digunakan
sebagai pilihan. Pertama, mempelajari filsafat secara teoretis, dan yang kedua,
mempelajari filsafat secara praktis. Pada pilihan yang pertama, kita dihadapkan
pada keharusan untuk belajar filsafat secara teknis dari buku-buku, seminar,
kursus, ataupun melalui perkuliahan di pendidikan tinggi. Apa yang kita
pelajari di sini adalah “pikiran orang lain tentang filsafat”. Ini sama artinya
kita dituntut untuk memahami orang lain dalam kerangka sejarah berpikir umat
manusia.
Dalam model yang kedua, ketika kita
mempelajari filsafat secara praktis, maka kita akan belajar filsafat melalui
hal-hal yang sederhana. Jalan ini sebenarnya sudah dipraktekkan jauh-jauh hari
sebelum abad masehi oleh Thales dari Miletos, Yunani. Beliau mempelajari alam
sekitarnya untuk mendapatkan kesimpulan bahwa hakikat segala sesuatu terletak
pada air sebagai zat yang paling mendasar. Jadi, melalui pemahaman Thales akan
dunia sekitarnya, filsafat dipraktekkan sebagai jalan untuk memahami sesuatu.
Pada konteks ini, sesuatu yang ingin dipahami Thales adalah dunia.
Nah, sehubungan dengan dua model belajar
filsafat ini, maka kita dapat saja memilih salah satunya. Bila jalan pertama
yang ditempuh, pada tingkatan yang lebih lanjut, seseorang akan terarah menjadi
seorang “ahli filsafat”. Sedangkan bila jalan kedua yang ditempuh, maka akan
terarah menjadi “filsuf”. Lalu, apa bedanya ahli filsafat dengan filsuf?
Ahli filsafat sebenarnya lebih banyak
menguasai teori yang diungkapkan oleh para filsuf tentang hakikat sesuatu. Dia
ini bekerja untuk menguji benar tidaknya teori-teori filsafat secara akademis.
Bila seorang ahli filsafat mampu mengkritik dan membangun suatu pandangan baru
dari teori filsafat yang diujinya, maka ahli filsafat statusnya bergeser
menjadi filsuf.
Khusus untuk filsuf, dia ini sebenarnya
adalah orang yang mempraktikkan filsafat baik secara langsung ataupun tidak
langsung, hingga dia mendapatkan kesimpulan atas hakikat sesuatu hal yang
berbeda dari pandangan kebanyakan orang umumnya. Pandangannya atas sesuatu hal
biasanya sangat khas dan merupakan pandangan yang baru untuk sesuatu halnya
itu. Filsuf tidak mesti berasal dari ahli filsafat karena mungkin saja
seseorang punya suatu teori filsafat tanpa harus belajar filsafat secara
teknis. Namun, seseorang akan disebut filsuf bila ia diakui telah menelurkan
teori filsafat yang dapat diuji secara akademis.
Dengan demikian, belajar filsafat dapat
memiliki beberapa maksud. Ada maksud hanya ingin mengetahui filsafat itu
seperti apa. Ada yang belajar filsafat karena tertarik dengan apa yang
dipelajarinya, ada yang karena ingin menjadi seorang ahli filsafat atau filsuf,
atau belajar filsafat karena suatu kebutuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar