- A. Filsafat hukum Islam
Filsafat hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum Islam, ia
merupakan filsafat khusus dan obyeknnya tertentu, yaitu hukum Islam, maka,
filsafat hukumIslam adalah filsafat yang meng analisis hukumIslam secara
metodis dan sistematis sehinnga mendapat keterangan yang mendasar, atau
menganalisis hukum secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya
Menurut Azhar ba’asyir, filsafat hukum Islam adalah pemikiran secara ilmiah,
sistematis, dapat dipertanggung jawabkan dan radikal tentang hukum Islam,
filsafat hukum Islam merupakan anak sulung dari filsafat Islam
Dengan rumusan lain Filsafat hukum Islam adalah pengetahuan tentang hakikat,
rahasia, dan tujuan Islam baik yang menyangkut materinya maupun proses
penetapannya, atau filsafat yang digunakan untuk memancarkan, meguatkan, dan
memelihara hukum Islam, sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan Allah SWT
menetapkannya di muka bumi yaitu untuk kesejahteraan umat manusia seluruhnya.
Dengan filsafat ini hukum Islam akan benar-benar “cocok sepanjang masa di
semesta alam”
Apabila kita mengikuti pendapat al-Jurjawi bahwa yang dihasilkan oleh ahli
pikir adalah filsafat dan yang dihasilkan orang yang mendapat kasyf dari
Allah SWT sehingga menemukan kebenaran adalah hikmah.
Istilah filsafat (philosophy = Bahasa Inggris) atau falsafat, berasal dari kata
Arab yaitu falsafah yang diturunkan dari kata Yunani yaitu: Philein yang
berarti mencintai, atau Philia yang berarti cinta, atau Philos
yang berarti kekasih, dan Sophia atau Sophos yang berarti kebijaksanaan,
kearifan, pengetahuan. Jadi secara harfiah filsafat atau falsafat mempunyai
arti cinta / mencintai kebijaksanaan (hubbul hikmah) atau sahabat pengetahuan.
Dalam penggunaannya, ketiga kata ini (filsafat, falsafat, falsafat) bisa
digunakan, karena dalam Kamus Bahasa Indonesia karya W.J.S. Poerwadarminta
digunakan semuanya.
Adapun pengertian filsafat dari segi terminologis, sebagaimana diungkapkan oleh
D.C. Mulder, adalah cara berfikir secara ilmiah. Sedangkan cara berfikir ilmiah
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Menentukan sasaran pemikiran
(Gegenstand) tertentu.
2. Bertanya terus sampai batas
terakhir sedalam-dalamnya (radikal).
3. Selalu mempertanggung jawabkan
dengan bukti-bukti.
4. Harus sistematik.
- B. Obyek kajian dan kajian Filsafat Hukum Islam
Hukum Islam Mengacu pada pandangan hukum yang berifat teleologis. Artinya
hukum Islam itu diciptakan karena iia mempunyai maksud dan tujuan. Tujuan dari
adanya hukum Islam adalah terciptanya kedamaian di dunia dan kebahagian di
akhirat. Jadi hukum Islam Bukan bertujuan meraih kebahagaiaan yang fana’ dan
pendek di dunia semata, tetapi juga mengarahkan kepada kebahagiaan yang kekal
di akhirat kelak. Inilah yang membedakannya dengan hukum manusia yang
menghendaki kedamaian di dunnia saja.
Dengan tegak dan berhasilnya Filsafat hukum Islam, dapat dibuktikan bahwa hukum
Islam mampu memberikan jawaban terhadap tantangan zaman dan merupakan hukum
terbaik sepanjang zaman bagi semesta alam. Para ahli ushul fiqih, sebagaimana
ahli filsafat hukum Islam, membagi filsafat hukum Islam kepada dua rumusan,
yaitu falsafat tasyri’ dan falsafah syariah.
- Falsafat tasyri’: filsafat yang memancarkan hukumIslam atau menguatkannya dan memeliharanya. Filsafat ini bertugas membicarakan hakikat dan tujuan penetapan hukumIslam. Filsafat tasyri terbagi kepada:
- Da’aim al-hakim (dasar-dasar hukum Islam)
- Mabadi al-ahkam (prinsip-prinsip hukum Islam)
- Ushul al-ahkam (pokok-pokok hukum Islam) atau mashadir al-ahkam (sumber-sumber hukumIslam)
- Maqashid al-ahkam (tujuan-tujuan hukum Islam)
- Qawaid al-ahkam (kaidah-kaidah Hukum Islam)
- Falsafat syariah: filsafat yang diungkapkan dari materi-materi hukum islam seperti Ibadah, mu’amalah, jinayah, ‘uqubah, dan sebagainyafilsafat ini membicarakan hakikat dan rahasia hukum islam. Termasuk kedalam pembagian falsafat syariah adalah:
- Asrar al-ahkam (rahasia-rahasia hukum Islam)
- Khasa is al-ahkam (cirri-ciri khas hukum islam)
- Mahasin al-ahkam atau mazaya al-ahkam (keutamaan-keutamaan hukum islam)
- Thawabi al-ahkam (karateristik hukum islam)
- C. Pertumbuhan dan Perkembangan Filsafat Hukum Islam
- 1. Pertumbuhan Filsafat Hukum Islam
Sumber utama hukum Islam adalah Al-Quran dan As-Sunnah terhadap segala masalah
yang tidak diterangkan dalam kedua sumber tersebut, kaum mmuslimin
diperbolehkan berijtihad dengan mempergunakan akalnya guna menentukan ketentuan
hukum. Berijtihad dengan mempergunakan akal dalam permasalahan hukum islam,
yang pada hakikatnya merupakan pemikiran falsafi itu, direstui oleh Rasulullah
SAW, bahkan Allah menyebutkan bahwa mempergunakan akal dan pikiran falsafi itu
sangat perlu memaham dalam berbagai persoalan.
Izin Rasulullah kepada Mu’adz untuk berijtihad merupakan awal dari lahirnya
filsafat hukum Islam pada masa Rasulullah segala persoalan diselesaikan dengan
wahyu, pemikiran falsafi yang salah di benarkan oleh wahyu, ketika Rasulullah
telah wafat dan wahyupun telah usai maka akal dengan pemikiran falsafinya
berperan baik dalam perkara yang ada Nashnya maupun yang tidak ada. Pemikiran
falsafi terhadap hukum islam yang ada nashnya bermula pada masa
khulafaurasyidin terutama umar bin khattab. Penghapusan hukum potong tangan
bagi pencuri, zakat bagi muallaf, dll. Yang dilakukan oleh umar bedasarkan
kesesuaian zaman untukk menjamin menegakkan keadilan yang menjadi asas hukum
islam, merupakan conto penerapan hukum berdasarkan hukum manusia. Jadi
penerapan hukum harus dapat meneggakkan kemaslahatan dan keadilan yang menjadi
tujuan dari hukum islam
- 2. Perkembangan Filsafat Hukum Islam
Kegiatan penelitian terhadap tujuan hukum (Maqasid Al-Syariah) telah
dilakukan oleh para ahli ushul fiqih terdahulu, Al-Juwaini dapat diakatakan
sebagai ahli Ushul fiqih pertama yang menekankan pentingnya memahami Maqashid
Syariah dalam penetapan Hukum ia menyatakan bahwa seseoarang tidak
dikatakan mampu menetapakan hukum dalam Islam sebelum ia dapat memahami benar
tujuan Allah Menetapkan perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya
Al-juawaini mengelaborasi lebih lanjut Maqashid Al-Syariah dalam
kaitannya dalam pembahasan illat pada masalah Qiyas. menurut
Pendapatnya, dalam kaitannya dengan Illat, ashl dapat dijadikan 5
kelompok, yaitu kelompok darruriyat, al-hajjiyyat al-ammat, makramat, sesuatu
yang tidak termasuk kelompok Darruiyat dan Hajjiyat dan sesuatu
yang tidak termasuk ketiga kelompok sebelumnya. Pada dasarnya Al-Juwaini
mengelompok ashl atau tujuan hukum menjadi 3 kelompok yaitu Darruriyat,
Hajjiyat, Makramat yang terakhir dalam istilah lain disebut Tahsiniyyat.
Pemikiran Al-juwaini dikembangkan oleh muridnya yaitu al-Ghazali, beliau
menjelaskan maksud syariat dalam kaitannya dalam pembahasan al-Mnasabat
al-maslahiyyat dalam Qiyas. Sementara dalam kitab yang lain ia
membicarakannya dalam pembahasan Istishlah. Ia menrincikan maslahat itu
menjadi lima, memlihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Ahli ushul fiqih yang membahas secara khusus aspek utama Maqashid al-syariah
adalah Izz al-Din Ibn Abdal-Salam dari kalangan mazhab Syafii. Dalam
kitabnya Qawaid al-ahkam fi mashalih al-anam, ia lebih banyak
mengelaborasi hakikat maslahat yang dijawantahkan dalam bentuk Dar’u
al-mafasid wa Jalbu al-manafi (menghindari mafsadat dan menarik
manfaat). Lebih lanjut ia menyatakan bahwa taklif bermuara pada kemaslahatan
manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
Ibn Abd al-Salam telah mencoba mengembangkan prinsip mashlahat yang
merupakan inti pembahasan dalam Maqashid al-syariah.
Ahli Ushul fiqih yang membahas teori Maqashid Al-Syariah secara khusus,
sistematis dan jelas adalah, al-Syahtibi dari kalangan madzhab Maliki,
dalam kitabnya Al-Muwafaqad ia menghabiskan kurang lebih sepertiga
pembahasannya dalam masalah ini, ia secara tegas bahwa tujuan Allah SWT.
Mensyariatkan hukum-Nya adalah untuk kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat.
Karena itu taklik dalam bidang hukum harus bermuara pada tujuan hukum
tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya para penulis Filsafat Hukum Islam
mencoba menonjolkan istilah filsafat hukum Islam ketimbang menggunakan Istilah
Hikmah atau tujuan disyariatkan hukum Islam.
- D. Filsafat Hukum dan Aliran-aliran Filsafat Hukum Lainnya.
Filsafat
Hukum
Adalah
reflektif teoretis (intelektual) tentang hukum yang paling tua, dan merupakan
induk dari semua refleksi teoretis tentang hukum. Ia ditujukan untuk
merefleksikan hukum dalam keumumannya. Dua hal yang menjadi perhatian filsafat
hukum yaitu : (1) Apa yang menjadi landasan kekuatan hukum yang mengikat. (2)
Atas dasar apa hukum dapat dinilai keadilannya.
BEBERAPA
ALIRAN DALAM FILSAFAT HUKUM
A.
Pendahuluan
B.
Aliran Hukum Alam
C.
Aliran Hukum Positif
D.
Aliran Utilitarianisme
E.
Mazhab Sejarah
F.
Aliran Sociological Jurispudence
G.
aliran Realisme Hukum
H.
Aliran Hukum Islam
Teori
Ilmu Hukum
Muncul karena terjadinya “kelesuan” diantara filsafat hukum yang dianggap
terlalu abstrak dan spekulatif, sementara dogmatik hukum dipandang terlalu
konkret terkait ruang dan waktu. Teori Ilmu Hukum bertujuan untuk memperoleh
pemahaman yang lebih baik dan memberikan penjelasan sejernih mungkin mengenai
bahan hukum yang tersaji dalam kegiatan yuridis di dalam kenyataan masyarakat.
Objek telaahnya adalah gejala umum dalam tatanan hukum positif yang meliputi
analisis bahan hukum, metode dalam hukum, dan kritik ideologis terhadap hukum.
ALIRAN –ALIRAN (MAZHAB) DALAM FILSAFAT HUKUM
- A. Mazhab Imperatif. (Positivisme)
Hukum adalah perintah (command) dari penguasa atau kekuasaan yang berdaulat
(souvereign). Hukum positif adalah peraturan untuk melakukan perbuatan yang
berlaku umum, yang diberikan oleh golongan yang secara politis kedudukannya
lebih tinggi (political superior) kepada golongan yang secara politis
kedudukannya lebih rendah (political inferior).
Tokoh : John Austin
Tokoh : John Austin
- B. Mazhab Sejarah
Hukum itu ditentukan secara historis, berubah menurut waktu dan tempat. Mazhab
sejarah menitik beratkan pada jiwa bangsa (volkgeist), sehingga hukum melalui
proses yang perlahan-lahan sama halnya dengan bahasa. Sumber hukum adalah
perasaan keadilan yang instingtif yang dimiliki setiap bangsa. Jiwa bangsa yang
sama-sama hidup dan bekerja di dalam tiap-tiap individu menghasilkan hukum
positif.
Tokoh
: Friedrich Carl von Savigny
- C. Mazhab Sosiologis
Hukum merupakan hasil pertentangan-pertentangan dan hasil perimbangan (balance)
antara kekuatan-kekuatan sosial, cita-cita sosial, institusi sosial,
perkembangan ekonomi, pertentangan dan perimbangan kepentingan-kepentingan
golongan-golongan atau klas-klas dalam masyarakat. Hukum adalah suatu gejala
masyarakat, bukan norma tetapi kebiasaan-kebiasaan manusia yang menjelma dalam
perbuatan atau perilaku di dalam masyarakat. Mazhab sosiologis disebut mazhab
hukum bebas karena hakim bebas untuk menggali sumber-sumber hukum yang terdapat
dalam masyarakat yang berwujud kebiasaan-kebiasaan, perbuatan-perbuatan dan
adat. Berlakunya hukum tergantung pada penerimaan masyarakat dan tiap golongan
menciptakan sendiri-sendiri bagi golongan itu masing-masing suatu hukum yang
hidup (living law). Tokoh : Eugen Ehrlich
- D. Mazhab Fungsional
Hukum bukan hanya merupakan kumpulan norma-norma abstrak atau merupakan suatu
tertib hukum saja tetapi juga merupakan suatu proses untuk mengadakan
keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang saling saling bertentangan dan
juga merupakan alat untuk menjamin pemuasan-pemuasan kebutuhan-kebutuhan
semaksimal mungkin, dengan menimbulkan pergeseran (friction) yang seminimal
mungkin. Fungsi hukum adalah melakukan “social engineering” yaitu alat sosial
dalam masyarakat. Di dalam melakukan “social engineering,” hukum harus
dikembangkan terus menerus agar selalu sesuai/selaras dengan nilai-nilai sosial
yang berubah-ubah.
Tokoh
: Roscoe Pound
- E. Mazhab Hukum Alam
Sejarah
hukum alam merupakan sejarah usaha umat manusia untuk menemukan keadilan yang
mutlak beserta kegagalan-kegagalan dalam usaha tersebut. Sejak ribuan tahun
lalu sampai sekarang ini ide tentang hukum alam selalu timbul sebagai suatu
perwujudan dari usaha manusia untuk menemukan hukum yang lebih tinggi dari
hukum positif. Pada suatu waktu tertentu ide tentang hukum alam timbul dengan
kuat, pada saat yang lain ide ini diabaikan tetapi bagamanapun juga ide tentang
hukum alam tidak pernah lenyap. Hukum alam dipandang sebagai hukum yang berlaku
universal dan abadi. Thomas Aquinas berpendapat bahwa di samping kebenaran
wahyu juga terdapat kebenaran akal. Menurutnya, ada pengetahuan yang tidak
dapat ditembus oleh akal, dan itulah diperlukan iman. Ada dua pengetahuan : 1.
pengetahuan alamiah berpangkal pada akal, 2. pengetahuan iman bersumber pada
wahyu ilahi.
- F. Realisme
Aliran
ini meninggalkan hukum yang abstrak kepada pekerjaan-pekerjaan yang praktis
untuk menyelesaikan praktik-praktik dalam masyarakat. Hukum berubah-ubah dan
diciptakan pengadilan, hukum sebagai sarana mencapai tujuan sosial.Aliran ini
berpandangan bahwa masyarakat lebih cepat berubah daripada hukum
- Asumsi-Asumsi Dasar Hukum Islam
Dalam
hal ini kami pemakalah mengambil sedikit kesimpulan beberapa hala yang
menyangkut atas Sifat Dasar Hukum Islam yaitu. Membicarakan
penjelasan-penjelasan tentang bagaimana ide hokum dipahami dalam pemikiran
hokum Islam sebagaimana ia berkembang secara historis. Secara Umum, mereka yang
mengambil secara pendekatan secara historis untuk memahami sifat dasar hukum
Islam telah menyatakan hal-hal berikut sebagai cirri khas hokum Islam.
- Sifat idealistiknya
- Reiligius
- Kekauan, dan
- Sifat kausistik
Keempat
karakter diatas berkaitan satu dengan yang lainnya dan disajikan sebagai alas
an-alasan untuk mendukung keabadian hokum. Argument-argumen tentang sifat dasar
sebagaimana yang diungkapkan dalam sejarah hokum Islam menyangkut analisa
terhadap beberapa bidang sebagai berikut
- Asal Muasal Hukum Islam
- Hukum Islam dan Legalisasi Negara
- Peran Institusi KADI, dan
- Pembentukan Madzhab-madzhab Hukum Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar