Kendati
disadari pengetahuan itu penting masih sering juga muncul pertanyaan untuk apa
manusia memerlukannya? Bukankah tanpa pengetahuan manusia juga bisa hidup. Bagi
manusia, kegiatan mengetahui merupakan kegiatan yang secara hakiki melekat pada
cara beradanya sebagai manusia. Istilahnya dalam filsafat ilmu “knowing is a
mode of being”. Secara kodrati manusia memiliki hasrat untuk mengetahui.
Ada yang hasratnya besar, sehingga upaya pencarian pengetahuan sangat tinggi
dan tidak kenal menyerah. Tetapi ada pula yang hasratnya rendah atau
biasa-biasa saja, sehingga tidak bermotivasi mencari pengetahuan. Tetapi dapat
dikatakan bahwa semua manusia punya keinginan untuk tahu.
Dalam
arti sempit pengetahuan hanya dimiliki makhluk yang bernama manusia. Memang ada
yang berpendapat berdasarkan instingnya, binatang memiliki ‘pengetahuan’.
Misalnya, setiap binatang tahu akan ada bahaya yang mengancam dirinya, atau ada
makanan yang bisa disantap. Seekor harimau tahu persis apa ada binatang di
sekitarnya yang bisa dimangsa. Seekor tikus juga tahu bahwa di sekitarnya ada
kucing yang siap menerkan dirinya, sehingga berdasarkan instingnya dia segera
mencari tempat yang aman.
Manusia
tidak dapat hidup berdasarkan instingnya saja, walau kadang-kadang juga ada
manusia yang memiliki insting yang kuat. Manusia memiliki pengetahuan yang
didasarkan atas insting sangat terbatas. Tetapi karena manusia merupakan
satu-satunya makhluk ciptaan Allah yang diberi akal (kata “aql” tidak kurang
dari lima puluh kali disebut dalam kitab suci al Qur’an), maka ia dapat
memperoleh pengetahuan tentang segala hal. Hebatnya lagi, manusia tidak saja
mampu memperoleh pengetahuan yang diperlukan dalam hidupnya, tetapi juga
mengembangkannya menjadi beraneka ragam pengetahuan.
Berkat
pengetahuannya, manusia dapat mengenali dan menguasai dan mengolah berbagai
daya isi dunia untuk kehidupannya. Jika binatang hidupnya akan sangat
tergantung pada keadaan habitatnya, maka sebaliknya manusia justru dapat
mengubah kondisi dan keadaan alam lingkungannya untuk disesuaikan dengan yang
dikehendaki. Berkat pengetahuannya, manusia bisa mengubah lingkungan alam (natural
environment) menjadi lingkungan budaya (cultural environment).
Misalnya, manusia dapat mengubah bambu yang semula tidak berharga menjadi kursi
mewah dengan harga tinggi yang bisa dipajang di rumah-rumah mewah.
Barang-barang bekas pun juga bisa didaur ulang menjadi barang yang bernilai
tinggi.
Demikian
pula, karena pengetahuannya, manusia juga bisa menyulap bukit terjal menjadi
kompleks perumahan mewah dengan tetap melestarikan struktur dan kontur tanah
yang ada. Karena itu, ketika manusia bisa mengubah alam dan lingkungannya
menjadi sesuatu yang lebih bernilai, maka pada saat itu pula dia melakukan
proses memanusiawikan dirinya. “Human beings are humanizing themselves”.
Saya
yakin saking pentingnya peran akal bagi kehidupan manusia yang bisa melahirkan
pengetahuan, Allah mengabadikannya dalam kitab suci al Qur’an dengan menyebut
kata “al-aqlu” tidak kurang dari lima puluh kali di berbagai ayat. Dalam studi Content
Analysis, penyebutan kata atau istilah dengan berulang kali tidak mungkin
tidak bermakna apa-apa. Pengulangan berarti penegasan betapa pentingya arti
kata itu. Semakin sering diulang, maka semakin penting maknanya. Demikian salah
satu cara Allah mengingatkan manusia terhadap hal-hal tertentu yang dianggap
penting. Memang pendekatan Content Analysis belakangan memperoleh
tandingan, yakni Discourse Analysis. Berbeda dengan Content Analysis yang
menekankan makna kata ditentukan oleh seberapa banyak kata itu diulang, maka Discourse
Analysis berpandangan makna kata ditentukan oleh konteks di mana kata itu
dipakai dan penafsiran terhadap kata atau kalimat dilakukan dengan cara
dialektik. .
Begitu
juga ketika Allah mengulang ayat Fabiayyi Alairabbikuma Tukadziban (maka
nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan) dalam surat Ar-Rahman tidak
kurang dari tiga puluh kali. Ayat itu juga menegaskan betapa manusia merupakan
makhluk yang berpotensi kufur atas nikmat dan karunia Allah. Karena itu,
malaikat sempat mengajukan keberatan atas segala kelebihan yang diberikan Allah
kepada manusia. Tengara Allah itu kini terbukti. Walau punya akal, tetapi bisa
kita saksikan dalam kehidupan ini betapa banyak manusia ingkar dan tidak mau
bersyukur atas nikmat dan karunia Allah yang demikian melimpah. Mulai bangun
tidur sampai tidur lagi setiap hari sepanjang hidupnya bertaburan nikmat dan
karunia Allah. Bahkan tidur itu sendiri merupakan nikmat Allah. Bayangkan andai
saja kita tidak bisa tidur! Betapa susahnya hidup ini. Ada seorang kawan yang
harus pergi ke Cina untuk dioperasi (baca: hanya dibetulkan) salah satu bagian
syarafnya yang tidak pas dengan beaya ratusan juta rupiah. Karena itu, mengapa
ketika sedang sehat dan bisa beraktivitas apa saja, manusia tidak mau
bersyukur.
Menutup
tulisan ini, marilah kita sadari betapa melimpah karunia dan nikmat yang
diberikan Allah kepada kita untuk kita syukuri dengan tiada henti. Salah satu
nikmat itu ialah akal, dan lewat akal kita memperoleh dan menciptakan
pengetahuan. Dan, karena berpengetahuan itu, kita menjadi makhluk yang
manusiawi. Betapa pentingya pengetahuan bagi kita sebagai manusia. Karena itu,
agar sifat manusiawi kita tetap melekat pada kita, maka jangan pernah berhenti
mencari pengetahuan kapan pun, di mana pun, dan dari siapa pun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar